RESUME KELOMPOK 19
PSIKOLOGI AGAMA DAN TASAWUF
A.
Pengertian Tasawuf
Istilah
tasawuf secara harfiyah berasal dari sekian banyak kata, di antaranya ialah al-shuffah
dalam istilah ahl al-shuffah, shaff (barisan dalam shalat) shuff (suci, orang yang disucikan), sophos (istilah
Yunani, artinya bijaksana), dan shuff (kain dan bulu yang dipakai kaum
sufi). Dari kelima istilah tersebut bila diteliti ternyata semuanya menjelaskan
mengenai kehidupan mental seseorang. Hal demikian dapat dijelaskan misalnya,
kata al-shuffah. Kata itu tidak dimaksudkan untuk menerangkan hal yang
bersifat materi, tetapi kata itu menekankan makna kejiwaan. Inti sikap orang
yang penghuni al-shuffah adalah untuk memperoleh kesucian jiwa, bukan
untuk memperoleh penderitaan kehidupan materi. Begitupula kata selainnya,
orientasi yang dikandungnya ialah kejiwaan.
Mahmud
aqil menghimpun beberapa rumusan mengenai hakekat tasawuf sebagai berikut:
1.
Tasawuf merupakan kehidupan spiritual (ruhiyat)
2.
Tasawuf ialah kajian tentang hakikat
3.
Tasawuf merupakan bentuk dari Ihsan, aspek ketiga setelah Islam dan
iman.
4.
Tasawuf merupakan jiwa Islam.
Beberapa
himpunan hakekat tasawuf itu secara keseluruhan menekankan pada kejiwaan,
spiritual, dan kehidupan mental. Oleh karena itu decara singkat dapat dikatakan
tasawuf merupakan persoalan penyucian diri.
Kesimpulan
ini diambil dengan berpijak pada makna-makna yang terkandung dalam seluruh
hakekat tasawuf diatas baik kata spiritual, hakekat, ihsan, maupun jiwa Islam
semuanya mengacu pada bahasan mengenai aspek esoterik Islam. Ungkapan itu
tampaknya di dkung oleh al-Hujwiri yang mengatakan, tasawuf berkaitan erat
dengan usaha penyucian jiwa manusia. Dengan demikian, kaum sufi ialah mereka
yang ruhnya terbebaskan dari pencemaran manusiawi, tersucikan dari noda
jasmani, dan terlepas dari hawa nafsu, sehingga mereka dapat menemukan
ketentraman dan kesenangan berada dalam hadirat Tuhan.
Pendapat
di atas dapat diperkuat dengan melihat tujuan dan intisari tasawuf. Menurut
Harun Nasution, tujuan tasawuf ialah memperoleh hubungan langsung dan disadari
dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan.
Sedangkan intisarinya, kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh
manusia dengan Tuhan. Dari tujuan dan inti sari tasawuf tersebut dapat
ditemukan, ternyata tasawuf memang berisikan tentang keruhanian dan kehidupan
spiritualitas. Kesadaran tentang kedekatan manusia dengan Tuhannya jelas hanya
dapat dilakukan oleh manusia yang berhasil mensucikan jiwa. Ini sesuai dengan
isi sabda Nabi, Tuhan itu baik Dia hanya menyukai hal-hal yang baik. Dia suci
dan hanya menyukai yang suci, Dia mulia dan hanya suka pada orang-orang mulia,
Dia pemurah dan hanya suka pada para dermawan.
Sebagaimana
disabdakan oleh Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya
Allah Maha Baik, Dia menyukai yang baik, Dia Dzat Yang Maha Mulia, Dia menyukai
yang mulia, Dia Dzat Yang Maha Dermawan, Dia menyukai yang dermawan.”
Selanjutnya
bila tasawuf diangkat menjadi ilmu maka tasawuf mempunyai arti, studi tentang
cara dan jalan seorang muslim untuk bertaqarrub kepada Tuhannya. Namun,
pengertian tasawuf sebagai ilmu ini harus dibedakan dengan ilmu-ilmu
pengetahuan pada umumnya. Bahkan perbedaan itu sangat bersifat esensial.
Perbedaan itu terletak pada alat yang digunakan untuk menggalinya, yakni bukan
fikiran rasional, melainkan perasaan (Al-Dzauq). Jadi pengkajian tasawuf
tidak menggunakan akal, melainkan al-Qalb. Oleh karena itu, ketika ilmu tasawuf
berbicara tentang term taqqarub, timbul perbedaan konsep diantara para
sufi, sehingga timbulah teori-teori mengenai ma’rifat, ittihad, hulul, dan
wahdat al-wujud.
Perbedaan
bentuk kesadaran dan pengalaman tersebut menyebabkan terbelahnya tasawuf dalam
dua kelompok, yaitu tasawuf akhlaki dan tasawuf falsafi.
Sekalipun demikian keduanya sepakat bahwa untuk menuju ke hadirat-Nya, sufi
harus melalui tangga-tangga spiritual yang disebut maqam (station). sekali
lagi, karena berkaitan dengan pengalaman batin, maka rumusan mengenai maqam yang
harus dilaluinya pun terjadi perbedaab diantara sufi.
Berdasarkan
uraian diatas, maka tujuan tasawuf, untuk memperoleh hubungan langsung dan
disadari dengan Tuhan sehingga disadari benar-benar bahwa seseorang berada
dihadirat Tuhan. Tasawuf ini hanya terdapat dalam aagama Islam saja. Berbeda
dengan fiqh, tasawuf prinsip asasinya adalah bahwa tidak ada wujud hakiki
kecuali Allah. Dengan demikian kalimat syahadat pertama Asyadu an la ilahha
illa Allah (aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), berarti la
maujud illa Allah (tidak ada wujud Tuhan selain dan berasal dari rohNya.
Karena itu, ia ingin berhubungan dengan sumber aslinya. Perhubungan itu dapat
mengambil bentuk al-ittihad (bersatu dengan Allah). Tasawuf atau sufisme
adalah kegiatan yang lebih menitik beratkan pada aspek esoteris Islam. Ia
berbeda sama sekali dengan orientasi fiqh dan syari’ah yang lebih mengarah
kepada eksoteris.
B.
Dasar-dasar Tasawuf
Menurut
Hamka bahwa tasawuf itu timbul dan bersebar dari ajaran Islam itu sendiri
(Al-Qur’an, Hadist, perjalanan hidup Rasulullah dan para sahabat). Kalau
ditelusuri ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW yang dapat dijadikan
pegangan oleh sufi, maka tanpa adanya pengaruh dari luar, tasawuf bisa tumbuh
dengan sendirinya karena dasarnya sudah ada dalam Al-Qur’an dan Hadis
Rasulullah SAW.
Diantara
ayat-ayat dan Hadist Rasulullah itu adalah:
1.
Firman Allah SWT
Artinya
: Jika hambaku bertanya kepadamu tentang diriku, aku dekat, aku mengabulkan
seruan orang yang memanggil jika aku dipanggil (Q.S Al-baaqarah: 186)
2.
Firman Allah SWT
Artinya:
Timur dan barat adalah kepunyaan Allah kemana saja berpaling di situ ada
wajah Allah. (Q.S Al-baqarah: 115)
3.
Firman Allah SWT
Artinya:
maka apabila aku (Allah telah menyempurnakan kejadian-kejadiannya (manusia)
dan telah meniupkan kedalamnya rohKu, maka tunduklah kamu kepada-Nya dengan
bersujud (Q.S al-Hijr : 29)
4.
Sabda Nabi SAW
Artinya:
orang yang mengetahui dirinya itulah orang yang mengetahui Tuhannya
Ayat-ayat
dan Hadis tersebut yang membawa timbulnya ajaran tasawuf didalam Islam.
C.
Karakteristik Ajaran Tasawuf
Menurut Hamka karakteristik ajaran tasawuf sebagai berikut:
1.
Peningkatan moral.
2.
Pemenuhan (sirna) dalam realitas mutlak.
3.
Pengetahuan intuitif langsung.
4.
Ketentraman atau kebahagiaan.
5.
Penggunaan simbol dalam ungkapan-ungkapan. Pertama, pengertian
yang ditimba dan harfiah kata-kata. Kedua, pengertian yang ditimba dari
analisis.
D.
Pokok-pokok Ajaran Tasawuf
1.
Taqarub Illa Allah
Telah
dimaklumi bahwa tujuan seorang sufi adalah mendekatkan (taqarrub) sedekat
mungkin dengan Tuhan, sehingga ia dapat melihat Tuhan dengan mata hati.
Filsafat
yang menjadi dasar tentang ini adalah:
a.
Tuhan bersifat rohani, maka bahagian yang dapat mendekatkan diri
denganNya adalah roh manusia bukan jasadnya.
b.
Tuhan adalah Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk
mendekati-Nya adaalah roh yang suci.
Persucian roh dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1.
Memperbanyak beribadah kepada Allah, dan
2.
Menghilangkan ketergantungan kepada dunia dan materi. Atas dasar
itulah, maka sufisme dapat dikatakan suatu ilmu yang membahas masalah
pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui persucian roh.
E.Jalan untuk Mendekatkan Diri Kepada Allah
Dalam
ajaran tasawuf seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah, bahkan
sedekat mungkin, bukanlah dengan mudah begitu saja, akan tetapi ai harus
menempuh jalan tertentu yang sulit dan panjang. Jalan ini disebut dengan maqamat
(jamak dari maqam) atau station. yang dimaksud dengan maqam, adalah
disiplin kerohanian yang ditunjukan orang sufi berupa pengalaman-pengalaman
yang dirasakan dan diperolehnya melalui usaha-usaha tertentu.
Tujuan
hidup manusia menurut ajaran tasawuf adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
dan ma’rifah Allah yang sempurna. Untuk mencapai yang demikian mereka harus
memerangi hawa nafsu dan meninggalkan keduniawian sekalipun halal, untuk ini
mereka harus melalui beberapa tingkatan (maqamat) diantaranya maqamat yang akan
dilalui adalah:
1.
Taubat, Taubat bagi
sufi ialah taubat yang tidak akan membawa kepada dosa lagi sehingga mereka lupa
segala-galanya kecuali Allah.
2.
Wara, Meninggalkan
segala sesuatu yang diragukan tentang kehalalalnya.
3.
Zuhd, Meninggalkan
dunia dari hidup kematerian.
4.
Al-faqr, Merasa
tidak memiliki sesuatu, karena apapun yang dimiliki seseorang tidak lain adalah
milik Allah SWT semata.
5.
Sabr, Sabar dalam
menjalankan perintah Allah dalam menjauhi larangan-Nya dan dalam menerima
segala cobaan.
6.
Tawakkal,
yaitu menyerah kepada qadha dan putusan dari Allah.
7.
Ridha, menerima
ketentuan Tuhan dengan hati senang.
Dengan
melalui maqamat tersebut maka para sufi dapat mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dan sekaligus maqamat itu merupakan latihan dalam mengekang hawa nafsu dan
memalingkannya dari hal keduniawian. Apabila seorang sufi dapat melalui maqamat
degan sempurna maka ia berada di sisi Allah, bahkan dapat bersatu (ittihad)
dengan Allah. Pada saat itulah sufi merasakan kebahagiaan dan ketentraman yang
tiada taranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar