Minggu, 06 Oktober 2019

AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL


RESUME KELOMPOK 6
AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL
            Ternyata agama dapat memberi dampak yang cukup berarti dalam kehidupan manusia, termasuk terhadap kesehatan. Bahkan menurut Mc Guire, agama sebagai system nilai berpengaruh dalam kehidupan masyarakat modern dan berperan dalam membuat perubahan sosial. Layaknya dengan institusi social lainya, agama memiliki peran yang demikian besarnya dalam perubahan sosial. Sementara itu, agama juga menunjukan kemampuan adaptasi dan vital dalam berbagai segi kehidupan sosial hingga perubahan-perubahan dalam struktur sosial dalam skala besar tak jarang berakar dari pemahaman terhadap agama (Mc Guire, 1981:255)
A.    Manusia dan Agama
Berangkat dari konsep Fitrah ini, Murtadha Muthahhari melihat hubungan manusia dengan agama berdasarkan adanya kerinduan (al-…….) dalam diri manusia . Ia membagi kerinduan menjadi : 1) kerinduan jasmani dan 2)kerinduan rohani. Kerinduan rohani terlihat dalam sikap dan aktifitas yang dilakukan seseorang atas dasar nilai-nilai luhur yang diyakini akan kebenarannya. Adakalanya seseorang berani mengorbankan harus miliknya, atau bahkan jiwanya sendiri demi sebuah keluhuran.
Hubungan manusia dan agama tampaknya merupakan hubungan yang besifat kodrati. Agama itu sendiri menyatu dalam Fitrah penciptanya manusia. Terwujud dalam bentuk kerundukan , kerinduan ibadah, serta sifat-sifat luhur. Manakala dalam menjalankan kehidupannya, manusia menyimpang daari nilai-nilai Fitrah-nya, maka secara psikologis ia akan merasa adanya semacam “hukuman moral”. Lalu spontan akan muncul rasa bersalah atau rasa berdosa (sense of quality).
B.     Agama dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mental
Kesehatan mental (mental bygiene) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prisip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani (M. Buchori, 1982: 13) orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tenteram (M. Buchori, 1982: 5). Menurut H.C. Witherington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prisnsip-prinsip yang terdapat lapangan psikologi, kedokteran psikiatri, biologi, sosiologi, dan agama (M. Buchori, 1982: 5).
Penemuan Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir seorang ulama dan ahli biokimia ini, setidak tidaknya memberi bukti akan adanya hubungan antara keyakinan agama dengan kesehatan jiwa. Pengobatan penyakit batin melalui bantuan agama telah banyak dipraktikan orang. Dengan adanya gerakan cbristian science, pernyataan seperti itu diperkuat oleh pengakuan ilmiah pula. Dalam gerakan ini dilakukan pengobatan pasien melalui kerjasama antar dokter, psikiater, dan ahli agama (pendeta). Disini tampak manfaat dari ilmu jiwa agama. Tak mengherankan kalau sejak abad ketujuh hijrah, Ibn Al-Qayyim Al-Jauzi (691- 751 H) pernah mengemukakan hal itu. Menurutnya, dokter yang tidak dapat memberikan pengobatan pasien tanpa memeriksa kejiwaannya dan tidak dapat membrikan pengobatan berdasarkan perbuatan amal saleh, menghubungkan diri dengan Allah dan mengingat akan hari akhir, maka dokter tersebut bukanlah dokter dalam arti yang sebenarnya. Ia pada dasarnya hanyalah merupakan calon seorang dokter yang picik.
Barangkali hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah yang seperti itu diduga akan memberi sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman. Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka, dalam kondisi yang seperti itu manusia berada dalam keadaan tenang dan normal, yang oleh Muhammad Mahmud Abd Al-Qadir, berada dalam keseimbangan persenyawaan kimia dan hormon tubuh. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani, dan rohani.
C.    Terapi Keagamaan
Orang yang tidak merasa tenang, aman serta tenteram dalam hatinya adalah orang yang sakit rohani atau mentalnya, tulis H. Carl Witherington (M. Buchori, 1982). Para ahli psikiatri mengakui bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu yang diperlakukan untuk melangsungkan proses kehidupan secara lancar. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan jasmani dan berupa kebutuhan rohani maupun kebutuhan sosial. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka manusia akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan yang dihadapinya. Kemampuan untuk menyesuaikan diri ini akan mengembalikan ke kondisi semula, hingga proses kehidupan berjalan lancar seperti apa adanya.
Pendekatan terapi keagamaan ini dapat dirujuk dari informasi Al-Qur’an sendiri sebagai kitab suci. Di antara konsep terapi gangguan mental ini adalah pernyataan Allah. Dalam surat yunus dan surat Isra’
Wahai manusia, sesungguhnya sudah datang dari Tuhanmu Al-Qur’an yang mengandung pengajaran, penawar bagi penyakit hati (Jiwa), tuntunan serta rahmat bagi orang-orang yang beriman .(Q.S Yunus: 57)
Dan kami turunkan Al-Qur’an yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Isra’: 82)
Kesehatan mental adalah ssuatu kondidi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melaui penyesuaian diri serta resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan). Dalam Al-Qur’an petunjuk mengenai penyerahan diri cukup banyak.
D.    Musibah
Musibah merupakan pengalaman yang dirasakan tidak menyenangkan karena dianggap merugikan oleh korban yang terkena musibah. Berdasarkan asal katanya, musibah berarti lemparan (arramyah) yang kemudian digunakan dalam makna bahaya, celaka, atau bencana dan bala. Menurut Al-Qurtubi, musibah adalah apa saja yang menyakiti dan menimpa diri seseorang, atau sesuatu yang berbahaya dan menyerahkan manusia, betapapun kecilnya (Ensiklopedi Al-Qur’an, 1997: 283).
E.     Kematian
Kematian adalah sebuah keniscayaan. tak perlu diminta. Dia akan datang sendiri. Tidak perlu mendafta tau mencalonkan diri. Data setiap makhluk sudah tercatat. Nama, tempat dan lahir, jenis kelamin, bangsa, agama, maupun latar belakang aktivitas selama hidup. Termasuk hal-hal paling kecil, maupun niat yang masih tersembunyi didalam hati. Semua tedata utuh dan lengkap. Lebih lengkap dan akurat dari pada Badan Pusat Statistik.
1.      Kematian dalam Agama
Setiap agama mengajarkan tentang adanya hari kebangkitan. Alam baru dalam kehidupan “lain” yang akan dialami oleh manusia mati. Dipercaya bahwa saat itu manusia akan dihidupkan kembali guna diminta pertanggungjawabannya. Perbuatan baik akan memperoleh ganjaran kenikmatan hidup surgawi. Sebaliknya, perbuatan buruk akan diganjar dengan hukuman berupa siksaan neraka. Oleh karena itu, hari kebangkitan ini juga sering disebut dengan hari pembalasan.
Kemudian dalam ajaran islam, hari kebangkitan merupakan bagian dari rukun iman. Mengenai Hari Kebangkitan ini dimukakan oleh Abul A’la Al-Maududi: “ Yang wajib kita beriman kepanya mengenai hari itu, ialaah:
1)      Bahwa Allah akan menghapuskan alam semesta alam ini dan sekalian makhluk yang ada didalamnya pada suatu hari yang dikenal dengan kiamat.
2)      Kemudian Allah Swt akan menghidupkan mereka kembali sekali lagi dan mengumpulkan mereka di hadapan-Nya. Itu adalah “Mahsyar” atau “Hari Kebangkitan”.
3)      Kemudian segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia, yang baik dan yang buruk dalam kehidupan dunia mereka, diajukan kepada pengadilan Allah Swt. Tanpa dikurangi dan tanpa dilebihkan.
4)      Allah swt menimbang bagi tiap-tiap orang dari manusia akan perbuatannya yang baik dan yang buuk. Barangsiapa yang lebih berat daun timbangan perbuatan-perbuatannya yang baik, maka dia diampuni-Nya: dan barangsiapa yang lebih berat daun timbangan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka ia disiksa-Nya.
5)      Orang-orang  diampuni-Nya masuk surga, dan orang-orang yang disiksa-Nya masuk neraka”. (Abu A’la Al-Maududi, 1985:93-94)
2.      Psikologi kematian
Siklus perjalanan hidup manusia dapat diibaratkan garis sisi pada sebuah  trapezium. Garis sisi kanan yang menanjak menggambarkan masa sejak kelahiran hingga menginjak usia dewasa . Masa pertumbuhan dan perkembangannya progresif fisik terus mengalami pertumbuhan hingga mencapai titik limit akhir di usia dewasa seiring dengan itu perkembangan mental spiritual juga bergerak pesat .
Secara psikologis manusia usia lanjut terbebani oleh rasa ketidakberdayaan kelemahan fisik keterbatasan gerak dan menurunnya fungsi alat indra menyebabkan manusia usia lanjut merasa terisolasi mulai terasa adanya kekosongan batin di kala itu penghayatan terhadap segala yang terkait dengan nilai-nilai spiritual mulai jadi perhatian kegelisahan dan kekosongan batin seakan jadi terobati oleh  keakraban dengan aspek-aspek rohaniah hati merasa lebih tentram dan terobati oleh kedekatan hal-hal yang bersifat sakral .
Kekosongan batin akan kian terasa bila dihadapkan pada peristiwa peristiwa kematian terutama bila dihadapkan pada kematian orang-orang yang terdekat atau paling dicintai mungkin keluarga anak suami istri ataupun kerabat muncul semacam rasa kehilangan yang terkadang begitu berat dan sulit diatasi .
Nilai-nilai ajaran agama menyadarkan manusia akan status diri mereka menyadarkan manusia akan dirinya selaku makhluk ciptaan hidup dan kehidupannya sepenuhnya tergantung kepada sang pencipta . Didasarkan bahwa kepemilikan manusia hanyalah sebagai titipan dan amanat kepemilikan mutlak adalah sang pencipta dengan  adanya kesadaran akan keterbatasan diri diharapkan beban batin akan tercerahkan .
Selanjutnya kematian juga disikapi manusia mengenai dirinya sadar bahwa suatu saat dirinya juga akan mengalami kematian masing-masing mulai menakar diri. Menginventarisasi semua aktivitas dan lakon hidup mengingat kembali kebaikan dan keburukan yang pernah dilakukan khawatir akan balasan yang bakal diterima di hari kebangkitan perasaan seperti ini sering menghantui manusia terjadi semacam Kecamatan kecemasan batin lebih-lebih mereka yang sudah menginjak usia lanjut .
Kematian dan hari kebangkitan sebenarnya tak dapat dipisahkan dalam kenyataan manusia kematian sebagai akhir sebuah kehidupan serta hari kebangkitan sebagai Kondisi kehidupan Abadi tempat manusia berhadapan dengan perhitungan amal perbuatan selama hidup di dunia bagaimanapun manusia menyikapi semua itu tampaknya sangat tergantung dari latar belakang keyakinan masing-masing. [1]












[1] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 153-186

1 komentar:

  1. Betting on the Best Baccarat Sites (2021)
    You must bet on the 온카지노 betting odds for the top two games, and the highest odds 바카라 for each round are displayed on the left-hand side of the wager, 메리트카지노총판 as shown

    BalasHapus