RESUME KELOMPOK 2
PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA
A.
Sejarah Perkembangannya
Untuk menetapkan secara pasti kapan psikologi agama mulai
dipelajari memang terasa agak sulit. Baik dalam kitab suci, maupun sejarah
tentang agama-agama tidak terungkap secara jelas mengenai hal itu. Namun
demikian, walaupun tidak secara lengkap, ternyata permasalahan yang menjadi
ruang lingkup kajian psikologi agama banyak dijumpai baik melalui informasi
kitab suci agama maupun sejararah agama.
Berdasarkan
sumber barat para ahli psikologi agama menilai bahwa kajian mengenai psikologi
agama mulai populer di sekitar akhir abad ke-19.
Ditanah air sendiri tulisan mengenai psikologi agama ini baru
dikenal sekitar tahun 1970-an oleh Prof. Dr. Zakiah Dradjat.
Seperti dimaklumi bahwa psikologi agama tergolong psikologi yang
berusia muda.
Sebagai disiplin ilmu boleh dikatakan psikologi agama dapat dirujuk
dari karya penulis barat, antara lain karya Jonathan Edward, Emile Durkheim,
Edward B. Taylor maupun Stanley Hall yang memuat kajian mengenai agama
suku-suku primitif dan mengenai konversi agama.
Sumber-sumber barat umumnya merujuk awal kelahiran psikologi agama
adalah dari karya Edwin Diller Starbuck dan William James.
Sebailiknya di dunia timur, khususnya di wilayah-wilayah kekuasaan
Islam, tulisan-tulisan yang memuat kajian tentang hal serupa belum sempat
dimasukkan. Padahal, tulisan Muhammad Ishaq Ibn Yasar di abad ke-7 massehi
berjudul Al-Syiar wa al-maghazi memuat berbagai fragmen dari biografi dari Nabi
Muhammad Saw.
Diperkirakan
masih banyak tulisan-tulisan ilmuan muslim yang berisi kajian psikologi agama,
namun sayangnya karya-karya tersebut tidak sempat dikembangkan menjadi disiplin
ilmu seperti halnya dilakukan oleh kalangan ilmuan barat.
Ada beberapa alasan yang barangkali dapat dijadikan penyebab:
Pertama
sejak masa kemunduran negara-negara
Islam
Kedua,
sejak penyerangan bangsa Mongol ke
pusat peradaban Islam (Baghdad) dan kekalahan Islam di Andalusia
Ketiga,
sikap kurang terpuji dari ilmuan
barat sendiri (terutama setelah zaman kemunduran Islam) yang umumnya kurang
menghargai karya-karya ilmuan muslim
Keempat,
karya ilmuan muslim di zaman klasik
umumnya, ditulis oleh para ilmuan yang dizamannya dikenal dengan sebutan
yang berkonotasi keagamaan.
Lebih jauh, Marshal G.S Hogson meliahat hal itu lebih disebabkan
oleh faktor intern umat Islam sendiri. Menurutnya masyarakat Islam gagal
mempelopori kemodernan karena tiga hal, yaitu:
1.
Konsentrasi yang kelewat besar pada penanaman modal harta dan
manusia pada bidang-bodang tertentu
2.
Kerusakan hebatnya baik material maupun mental psikologis akibat
serbuan biadab bangsa Mongol, dan
3.
Dunia Islam berhenti berkembang karena kejenuhan dan kemantapan
kepada dirinya sendiri.
Sejak menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri perkembangan
Psikologi Agama dinilai cukup pesat, dibandingkan usianya yang masih tergolong
muda.
Perkembangan psikologi agama yang cukup pesat ini anatara lain
ditandai dengan diterbitkannya berbagai karya tulis, baik berupa buku maupun
artikel dan jurnal yang memuat kajian tentang bagaimana peran agama dalam
kehidupan manusia.
B.
Beberapa Metode dalam Psikologi Agama
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi agama juga
memiliki metode penelitian ilmiah. Kajian dilakukan dengan memperlajari
fakta-fakta berdasarkan data yang terkumpul dan dianalisis secara objektif.
Dalam
meneliti ilmu agama menggunakan sejumlah metode yang antara lain dapat
dikemukakan sbb:
1.
Dokumen pribadi (personal dokument)
Dalam penerapannnya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan
berbagai cara atau teknik tertentu:
a.
Teknik nomotatik
b.
Teknik analisis nilai (value analysis)
c.
Teknik indiography
d.
Teknik penilaian terhadap sikap (evaluation attitudes technique)
2.
Kuesioner dan wawancara
Metode kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan data
dan informassi yang lebih banyak dan memahami secara langsung kepada responden.
Diantara
cara yang digunakan adalah teknik pengumpuan data melalui:
a.
Pengumpulan pendapat masyarakat (public opinion polls)
b.
Skala penilaian (rating scale)
c.
Tes (test)
d.
eksperimen
e.
Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi
f.
Studi agama berdasarkan pendekatan antropologi budaya
g.
Pendekatan terhadap perkembangan
h.
Metode klinis dan proyektivitas
i.
Apersepsi nomotatik
j.
Studi kasus
k.
survey
C.
Psikologi Agama dalam Islam
Secara terminologi, psikologi agama tidak dijumpai dalam
kepustakaan islam klasik, karena latar belakang sejarah perkembangannya
bersumber dari literatur barat. Dan kalangan ilmuan barat yang mula-mula
mengunakan sebutan psikologi agama adalah Edwin Diller Sturbuck.
Dikalangan ilmuan muslim kajian-kajian dalam psikologi agama mualai
dilakukan secara khusus sekitar pertengahan abad ke-20.
Manusia menurut terminologi Al-qur’an dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang. Manusia disebut al-basyar berdasarkan pendekatan aspek
biologisnya. Dari sudut pandang ini manusia dilihat dari sebagai makhluk
biologis yang memiliki dorongan primer (makan, minum, hubungan seksual) dan
makluk generative (keturunan). Sedangkan, dilihat dari fungsi dan potensi yang
dimilikinya manusia disebut al-insan.
Kemudian manusi disebut al-Nas yang umumnya dilihat dari
sudut pandang hubungan sosial yang dilakukannya. Selain sebagi makhluk sosial,
manuasi juga dibebankan tanggung jawab sosial, baik dalam bentuk lingkungan
sosial yang paling kecil (keluarga) maupun yang lebih besar seperti masyarakat,
etnik maupun bangsa. Manusia pun disebut sebagai al-Ins untuk
menggambarkan aspek spiritual yang dimilikinya.
Dalam bentuk pengeertian umum, Al-Qur’an menyebut manusai sebagai
bani adam. Konsep ini untuk menggambarkan nilai-nilai universal yang ada pada
diri setiap manuasia tanpa melihat latar belakang perbedaan jenis kelamin, ras,
dan suku bangsa ataupun aliran kepercayaan masing-masing. Bani Adam
menggambarkan tentang kesamaan dan persamaan manusia, yang tampak lebih
ditekankan pada aspek fisik.
Pada konsep Barat, manuasi dilihat dari aspek fisik berada dalam
keadaan bebas nilai. Sebaliknya, konsep Bani Adam memuat nilai kemakhlukan yang
jelas, yaitu sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hubungan makhluk-khalik termuat
dalam konsep bani adam yang menggambarkan manusia dari aspek fisik. Karena itu
secara fisik manusia terkait kepada nilai-nilai yang sejalan dengan hakikat
penciptaannya.
Umumnya pemahaman barat tentang aspek psikis manusia terbatas pada
unsur-unsur kejiwaan yang terdiri atas unsur cognisi, roh dan akal
merupakan potensi manusia untuk dapat dikembangkan. Tetapi yang jelas
unsur-unsur psikis manusia itu menurut konsep Islam senantiasa dihubungkan
dengan nilai-nilai agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar