Selasa, 01 Oktober 2019

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA


RESUME KELOMPOK 2
PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA
A.    Sejarah Perkembangannya
Untuk menetapkan secara pasti kapan psikologi agama mulai dipelajari memang terasa agak sulit. Baik dalam kitab suci, maupun sejarah tentang agama-agama tidak terungkap secara jelas mengenai hal itu. Namun demikian, walaupun tidak secara lengkap, ternyata permasalahan yang menjadi ruang lingkup kajian psikologi agama banyak dijumpai baik melalui informasi kitab suci agama maupun sejararah agama.
Berdasarkan sumber barat para ahli psikologi agama menilai bahwa kajian mengenai psikologi agama mulai populer di sekitar akhir abad ke-19.
Ditanah air sendiri tulisan mengenai psikologi agama ini baru dikenal sekitar tahun 1970-an oleh Prof. Dr. Zakiah Dradjat.
Seperti dimaklumi bahwa psikologi agama tergolong psikologi yang berusia muda.
Sebagai disiplin ilmu boleh dikatakan psikologi agama dapat dirujuk dari karya penulis barat, antara lain karya Jonathan Edward, Emile Durkheim, Edward B. Taylor maupun Stanley Hall yang memuat kajian mengenai agama suku-suku primitif dan mengenai konversi agama.
Sumber-sumber barat umumnya merujuk awal kelahiran psikologi agama adalah dari karya Edwin Diller Starbuck dan William James.
Sebailiknya di dunia timur, khususnya di wilayah-wilayah kekuasaan Islam, tulisan-tulisan yang memuat kajian tentang hal serupa belum sempat dimasukkan. Padahal, tulisan Muhammad Ishaq Ibn Yasar di abad ke-7 massehi berjudul Al-Syiar wa al-maghazi memuat berbagai fragmen dari biografi dari Nabi Muhammad Saw.
Diperkirakan masih banyak tulisan-tulisan ilmuan muslim yang berisi kajian psikologi agama, namun sayangnya karya-karya tersebut tidak sempat dikembangkan menjadi disiplin ilmu seperti halnya dilakukan oleh kalangan ilmuan barat.
Ada beberapa alasan yang barangkali dapat dijadikan penyebab:
Pertama sejak masa kemunduran negara-negara Islam
Kedua, sejak penyerangan bangsa Mongol ke pusat peradaban Islam (Baghdad) dan kekalahan Islam di Andalusia
Ketiga, sikap kurang terpuji dari ilmuan barat sendiri (terutama setelah zaman kemunduran Islam) yang umumnya kurang menghargai karya-karya ilmuan muslim
Keempat, karya ilmuan muslim di zaman klasik umumnya, ditulis oleh para ilmuan yang dizamannya dikenal dengan sebutan yang  berkonotasi keagamaan.
Lebih jauh, Marshal G.S Hogson meliahat hal itu lebih disebabkan oleh faktor intern umat Islam sendiri. Menurutnya masyarakat Islam gagal mempelopori kemodernan karena tiga hal, yaitu:
1.      Konsentrasi yang kelewat besar pada penanaman modal harta dan manusia pada bidang-bodang tertentu
2.      Kerusakan hebatnya baik material maupun mental psikologis akibat serbuan biadab bangsa Mongol, dan
3.      Dunia Islam berhenti berkembang karena kejenuhan dan kemantapan kepada dirinya sendiri.
Sejak menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri perkembangan Psikologi Agama dinilai cukup pesat, dibandingkan usianya yang masih tergolong muda.
Perkembangan psikologi agama yang cukup pesat ini anatara lain ditandai dengan diterbitkannya berbagai karya tulis, baik berupa buku maupun artikel dan jurnal yang memuat kajian tentang bagaimana peran agama dalam kehidupan manusia.

B.     Beberapa Metode dalam Psikologi Agama
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi agama juga memiliki metode penelitian ilmiah. Kajian dilakukan dengan memperlajari fakta-fakta berdasarkan data yang terkumpul dan dianalisis secara objektif.
Dalam meneliti ilmu agama menggunakan sejumlah metode yang antara lain dapat dikemukakan sbb:
1.      Dokumen pribadi (personal dokument)
Dalam penerapannnya, metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik tertentu:
a.       Teknik nomotatik
b.      Teknik analisis nilai (value analysis)
c.       Teknik indiography
d.      Teknik penilaian terhadap sikap (evaluation attitudes technique)
2.      Kuesioner dan wawancara
Metode kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informassi yang lebih banyak dan memahami secara langsung kepada responden.
Diantara cara yang digunakan adalah teknik pengumpuan data melalui:
a.       Pengumpulan pendapat masyarakat (public opinion polls)
b.      Skala penilaian (rating scale)
c.       Tes (test)
d.      eksperimen
e.       Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi
f.       Studi agama berdasarkan pendekatan antropologi budaya
g.      Pendekatan terhadap perkembangan
h.      Metode klinis dan proyektivitas
i.        Apersepsi nomotatik
j.        Studi kasus
k.      survey

C.    Psikologi Agama dalam Islam
Secara terminologi, psikologi agama tidak dijumpai dalam kepustakaan islam klasik, karena latar belakang sejarah perkembangannya bersumber dari literatur barat. Dan kalangan ilmuan barat yang mula-mula mengunakan sebutan psikologi agama adalah Edwin Diller Sturbuck.
Dikalangan ilmuan muslim kajian-kajian dalam psikologi agama mualai dilakukan secara khusus sekitar pertengahan abad ke-20.
Manusia menurut terminologi Al-qur’an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Manusia disebut al-basyar berdasarkan pendekatan aspek biologisnya. Dari sudut pandang ini manusia dilihat dari sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan primer (makan, minum, hubungan seksual) dan makluk generative (keturunan). Sedangkan, dilihat dari fungsi dan potensi yang dimilikinya manusia disebut al-insan.
Kemudian manusi disebut al-Nas yang umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan sosial yang dilakukannya. Selain sebagi makhluk sosial, manuasi juga dibebankan tanggung jawab sosial, baik dalam bentuk lingkungan sosial yang paling kecil (keluarga) maupun yang lebih besar seperti masyarakat, etnik maupun bangsa. Manusia pun disebut sebagai al-Ins untuk menggambarkan aspek spiritual yang dimilikinya.
Dalam bentuk pengeertian umum, Al-Qur’an menyebut manusai sebagai bani adam. Konsep ini untuk menggambarkan nilai-nilai universal yang ada pada diri setiap manuasia tanpa melihat latar belakang perbedaan jenis kelamin, ras, dan suku bangsa ataupun aliran kepercayaan masing-masing. Bani Adam menggambarkan tentang kesamaan dan persamaan manusia, yang tampak lebih ditekankan pada aspek fisik.
Pada konsep Barat, manuasi dilihat dari aspek fisik berada dalam keadaan bebas nilai. Sebaliknya, konsep Bani Adam memuat nilai kemakhlukan yang jelas, yaitu sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hubungan makhluk-khalik termuat dalam konsep bani adam yang menggambarkan manusia dari aspek fisik. Karena itu secara fisik manusia terkait kepada nilai-nilai yang sejalan dengan hakikat penciptaannya.
Umumnya pemahaman barat tentang aspek psikis manusia terbatas pada unsur-unsur kejiwaan yang terdiri atas unsur cognisi, roh dan akal merupakan potensi manusia untuk dapat dikembangkan. Tetapi yang jelas unsur-unsur psikis manusia itu menurut konsep Islam senantiasa dihubungkan dengan nilai-nilai agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar