BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketika wafatnya Rasulullah SAW dengan sengaja beliau tidak menujuk
siapa yang akan menjadi Khalifah selanjutnya, namun mempersiapkan kader untuk
menjadi pemimpin. Walaupun status Rasulullah SAW tidak dapat diturunkan, namun
pemimpin dapat diturunkan. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar terbilang
stabil, munculnya perpecahan dalam sejarah islam bermula setelah Khalifah
Utsman bin Affan dibunuh oleh sekelompok pemberontak yang menganggap Utsman
tidak adil dalam mengambil kebijakan selama menjadi Khalifah. Ketika Ali bin
Abi Tholib dilantik sebagai Khalifah untuk menggantikan Utsman, para
pemberontak itu hadir dan mengadakan pendekatan kepada Ali dengan maksud
mendukungnya yang dipelopori oleh Al-Gafiqi dari pemberontak Mesir sebagai
pemberontak terbesar namun Ali menolaknya. Terlebih mereka memusuhi Khalifah
Ali bin Abi Tholib dikemudian hari. Perkara ini menjadi penyebab utama
perpecahan umat Islam.
Sehingga di kemudian
hari umat Islam semakin terpecah dan terbentuk banyak firqah-firqah kalam.
Perpecahan itu terjadi karna perbedaan pemikiran antar umat Islam. Secara garis
besar firqah-firqah itu terbentuk karna 2 faktor yaitu: Faktor Internal dan
Faktor Eksternal. Faktor internal mencakup beberapa hal yaitu: Dorongan dan
Pemahaman Al-Qur’an, Persoalan Politik, Adanya kepentingan kelompok atau
golongan. Sedangakan Faktor Eksternal (Faktor ini muncul dari luar umat islam)
mencakup beberapa hal yaitu: Akibat adanya pengaruh keagamaan dari luar islam,
dan Filsafat Yunani.
B.Rumusan Masalah
1.
Jelasakan
Perpecahan Umat Isam Sesudah Wafatnya Rasulullah Saw?
2.
Adakah
Jejak Pemikiran Kalam Setelah Perpecahan Umat Islam Sesudah Wafatnya Rasulullah
Saw Pada Masa Sekarang?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perpecahan Umat Islam Sesudah Wafatnya Rasulullah Saw
1.
Kesatuan Akidah
Di zaman Nabi Muhammad Saw. Umat islam dapat kompak dalam lapangan
agama, termasuk dibidang akidah. Kalau ada hal-hal yang diperselisihkan di
antara para sahabat, mereka mengembalikan persoalannya kepada Nabi. Maka
penjelasan beliau itulah yang kemudian menjadi pegangan dan ditaatinya.
Di masa pemerintahan khalifah Abu Bakar as-Shiddiq dan khalifah
Umar bin Khatab, keadaan umat islam masih tampak kompak seperti keadaannya pada
masa Nabi. Pada waktu itu tidak ada kesempatan bagi umat islam untuk mencoba
membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan akidah dan juga
bidang-bidang lainnya. Mereka lebih memusatkan perhatian dan pikirnnya untuk
pertahanan dan perluasan daerah Islam di bawah pimpinan khalifah.
Semasa pemerintahan Abu Bakar as-Shiddiq (11-13 H/ 632-634 M)
misalnya, perhatian dipusatkan untuk memerangi orang-orang yang enggan membayar
zakat dan beberapa Nabi palsu. Nabi-nabi palsu itu seperti Musailamah
al-Kaddzab, yang mengaku bahwa Allah Swt. telah memberikan pangkat nabi
kepadanya bersamaan dengan kenabian Nabi Muhammad Saw. Karena kebohongannya
itulah dia disebut al-Kaddzab, artinya si pendusta. Pengikutnya banyak
tersebar di Yamamah. Selain itu, adalagi beberapa Nabi palsu, seperti Thulaihah
bin Khuwailid, dan Sajah Tamimiyah, seorang wanita yang kemudian kawin dengan
musailamah al-Kaddzab dan Al-Aswad al-Ansie.
Setahun lamanya khalifah Abu Bakar memerlukan waktu untuk
menundukkan orang-orang murtad itu, Nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan
membayar zakat. Dalam kemenangan kaum muslimin ini, kehormatan besar diberikan
kepada panglima perang, Khalid bin Walid, dengan gelar Saifullah.
Artinya “pedang Allah”. Dialah yang menghancurkan kekuatan Thulaihah dan Sajah,
yang akhirnya mereka masuk ke dalam
Islam. Dan dia pulalah yang menghancurkan pasukan Musailamah al-Kaddzab,
sehingga si pendusta itu terbunuh dalam peperangan,
Setelah kemenangan-kemenangan tersebut , maka timbul kecemasan dari
sahabat Umar bin Khattab, karena banyak para huffadz yang gugur sebagai
syuhada dalam peperangan tersebut. Maka Umar pun lalu usul kepada khalifah Abu
Bakar agar Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf, yang dulunya tersimpan
dalam dada para huffadz dan berserakan tulisannya pada batu, tulang,
pelepah kurma, kulit binatang dan sebagainya. Mushaf yang pertama ini mula-mula
disimpan di rumah Khalifah Abu Bakar, kemudian berpindah ke rumah Umar sewaktu
menjabat khalifah. Sesudah Umar wafat, maka mushaf itu disimpan di rumah Hafsah
binti Umar, salah seorang istri Rasul saw.
Khalifah Abu Bakar juga menghadapkan seluruh niatnya menaklukkan
beberapa negeri untuk memperluas penyiaran agama dan guna memalingkan pikiran
umat Islam dari perselisihan sesama mereka. Untuk itu, maka dikirimlah pasukan
untuk menaklukkan negeri Persia dan Roma.
Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/ 634-644 M), seorang bagsawan
dan pahlawan berhasil menaklukkan beberapa negeri secara gemilang. Pada masa pemerintahannya
adalah masa ekspansi dan pembagunan. Dia menaklukkan negeri-negeri Syam (639
M), Persia (624 M), Irak (636 M), Mesir (641 M).
Dibidang pemerintahan, dia memperbaiki dan menyempurnakan
administrasi negara, jabatan-jabatan kehakiman, masalah-masalah sosial dan
sebagainya. Suatu hal yang tidak kalah pentingnya ialah penetapan “tahun
hijriyah” sebagai tahun resmi umat Islam.
Memperhatikan kesibukan-kesibukan pada masa kedua khalifah
tersebut, menyebabkan keadaan umat Islam bersatu dalam akidah dan
masalah-masalah agama. Kalau toh ada hal-hal yang diperselisihkan itu hanya
pada masalah furu’iyah saja, bukan masalah ushuliyah akidah.
Telah berlalu zaman Nabi, di mana beliau telah melenyapkan segala
kebingungan dan menjadi pelita dalam kegelapan syubhat. Kedua khalifah
sesudahnya , yaitu Abu Bakar as-Siddiq dan Umar bin Khattab, berjuang sepanjang
usianya untuk melawan musuh-musuh Islam sambil memadu tekat bulat dengan para
sahabat, sehingga tidak ada sedikit pun peluang bagi orang untuk memperdayakan
dan mengutik-atik masalah akidah. Apabila timbul perbedaan pendapat, maka
khalifah cepat-cepat mengatasi
persoalan.
Biasanya perselisihan-perselisihan itu timbul sekitar
masalah-masalah furu’iyah saja, tidak mengenai ushuliyah akidah. Keadaan umat
zaman khalifah Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab itu cukup mengerti
akan isyarat-isyarat Al-Qur’an dan
nash-nashnya. Terhadap ayat-ayat mutasyabihat, mereka serahkan kepada Allah
Swt. Dan sama sekali tidak mau menakwilkannya. Ayat-ayat mutasyabihat adalah
ayat-ayat Al-Qur’an yang samar-samar pengertiannya. Pendirian para sahabat
tentang ayat-ayat mutasyabihat itulah yang kemudian diikuti oleh kau salaf,
yang mengambil pengertian tentang sifat-sifat Allah Swt. Dengan makna-makna
lafal menurut logat, serta menyucikan Allah Swt. Daripada menyerupai-Nya dengan
sesuatu diantara makhluk-Nya. Sebagaimana keadaan Dzat-Nya tidak seperti
dzat-dzat yang lain, maka demikian pula sifat-sifat dan
perbuatan-perbuatan-Nya.
Keadaan seperti itu berjalan dengan baik hingga terjadi peristiwa
yang menimpa khalifah Utsman Bin Affan (23-35 H/644-656 M). Dia dibunuh oleh
para pemberontak dari Mesir yang tidak puas terhadap kebijakan politikmya.
Sejak peristiwa terbunuhnya khalifah yang ketiga (35 H/656 M) itulah soko-guru
khalifah rusak binasa. Umat Islam terjerumus ke dalam benturan-benturan yang
menyebabkan mereka menyimpang dari jalan yang lurus yang selama ini telah
mereka lalui. Timbulnya bencana atas Islam dan umatnya hanya mengakibatkan
kepada diri mereka sendiri, tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap Al-Qur’an ,
yang telah dijamin Allah Swt. Untuk memelihara keasliannya, sehingga ia tetap
merupakan hujjah baginya.
Firman Allah Swt.:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨“tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (QS.
Al-Hijr [15]: 9)
2.
Infiltrasi Abdullah Bin Saba’
Biang keladi timbulnya fitnah di kalangan umat Islam ialah Abdullah
bin Saba’, pendeta agama Yahudi berasal dari Persia yang pura-pura masuk Islam.
Sesudah memeluk Islam, dia datang ke Madinah pada mas akhir pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan, tahun 30 H, dengan harapan akan mendapatkan sambutan
dan penghargaan dari khalifah. Ternyata harapan tersebut meleset dari angan-angannya.
Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Abdullah bin Saba’ masuk Islam memang
bertujuan hendak merusakkan Islam dari dalam.
Dia kemudian membenci khalifah Utsman, karena tidak memberikan
sambutan yang diharapkan, melancarkan propaganda anti khalifah dan
menyanjung-nyanjung Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Propaganda masyarakat ketika
itu, seperti di kota Madinah sendiri, Mesir, Kufah, Basrah, dan lain-lain,
karena khalifah Utsman menghilangkan cincin stempel Nabi Muhammad Saw. Dan suka
mengangkat jabatan-jabatan penting negara dari kalangan sukunya sendiri, yaitu
orng-orang Bani Umayah.
Abdullah
bin Saba’ sangat berlebih-lebihan dalam mengagung-agungkan Sayyidina Ali,
berani membuat hadis-hadis maudhu’ untuk memujanya dan merendahkan martabat khalifah
Abu Bakar, Umar, dan terutama Utsman. Dia mengatakan dalam tubuh Sayyidina Ali
itu terdapat unsur ketuhanan yang menitis padanya, sehingga dia mengetahui
segala yang gaib. Propaganda Abdullah bin Saba’ itu tampak sekali terpengaruh
dari kepercayaan orang-orang Persia terhadap Kisro sebagai berikut.
“karena sesungguhnya orang-orang Persia itu telah terbiasa pada
kekuasaan Kisro Persia, mengagungkan dan menyucikan keluarga Kisro. Dan
sesungguhnya darah Kisro bukanlah sejenis darah manusia biasa. Tatkala mereka
itu masuk Islam memandang kepada Nabi Muhammad Saw. Seperti pandangan mereka
terhadap keluarga Kisro. Tatkala Nabi Muhammad Saw. Wafat, maka yang paling
berhak menggantinya adalah keluarganya sendiri.”
Selanjutnya diperjelas oleh Abduh mengenai peranan Abdullah bin
Saba’ sebagai berikut.
“Diantara orang-orang yang berusaha keras menyebarkan fitnah adalah
Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang baru saja masuk Islam. Dia
berlebih-lebihan mencintai Sayyidina Ali kw., dia beranggapan bahwa Allah Swt.
Telah menitis pada diri Sayyidina Ali. Dia mulai mendakwakan bahwa Ali yang
lebih berhak menjadi khalifah. Untuk itu, dia menyerang khalifah Ustman dengan
sengitnya, sehingga akibatnya dia dibuang. Kemudian dia pergi ke Basrah, dan di
sana dia menyebarluaskan fitnah pula. Maka khalifah Utsman menyuruh pergi dari
Basrah. Dia kemudian pergi ke Kufah, lalu pergi ke negeri Syam. Di sana dia
tidak memperoleh apa yang diinginkan. Kemudian dia pergi ke Mesir. Di sana dia
memperoleh banyak pengikut atas fitnahnya itu, sehingga terjadilah apa yang
telah kami sebutkan di atas. Kemudian pada masa khalifah Ali, dia menyebarkan
lagi ajaran-ajarannya, sehingga khalifah Ali membuangnya ke Mada’in. Namun
demikian, ajaran-ajaran Abdullah bin Saba’ ini merupakan kuman bagi persengketaan
di kemudian hari bagi golongan-golongan yang sangat fanatik. Sesungguhnya apa
yang diperbuat Abdullah bin Saba’ itu, suatu tundakan kebencian kepada Islam,
bukan kecintaan kepada Ali ra. Sebab dia masuk Islam merupakan tipu muslihat
belaka. Untuk itu, dia memperoleh penghargaan dari orng-ornag Yahudi. Seperti,
itu pulalah sikap sebagian orang-orang Majusi Persia yang berpura-pura Islam
dan fanatik kepada Sayyidina Ali dan kaum kerabat Nabi Muhammad Saw.
Sebenarnya, mereka bertujuan menghancurkan Islam dan mebinasakan
pemerintahannya dengan cara memecah belah di antara sesama Islam.”
Sebagai orang
Yahudi, Abdullah bin Saba’ berselubung pura-pura masuk Islam dengan beberapa
kepentingan. Dia berkepentingan mencari fasilitas pribadi kepada khalifah
Utsman bin Affan. Tujuan ini ternyata tidak memperoleh harapan apa-apa. Karena
itu lalu ia menyebarkan berbagai fitnah, ternyata mempunyai akibat fatal yaitu
terbunuhnya khalifah Utsman bi Affan. Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib,
Abdullah bin Saba’ menyebarkan fitnah lagi, menyebarkan ajaran-ajaran yang
menodai tauhid Islam, antara lain menganggap Sayyidina Ali sebagai penitisan
Tuhan, menonjol-nonjolkan dan sanjungan yang berlebih-lebihan. Semuanya itu
dilakukan bertujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Hal yang sama
dilakukan oleh Abdullah bin Saba’, adalah dilakukan oleh orang-orang Majusi
Persia.
Hal yang sama
dan betul-betul berhasil adalah pada agama Kristen. Yaitu Paulus atau Saul
seorang yang tidak pernah menjadi murid Yesus, bahkan memusuhi agama Kristen
ini. Dalam perjalanannya menuju Damaskus hendak menangkap semua orang yang
percaya kepada Yesus untuk dimasukkan ke dalam pejara, secara tiba-tiba ia
beralih haluan, menyatakan kesaksian atas Yesus.
Selanjutnya dia
yang kemudian dikenal Rasul Paulus mengajarkan agama Kristen hal-hal yang tidak
pernah diajarkan oleh Yesus itu sendiri, berhasil mengalihkan ajaran Tauhid
berubah menjadi tatslits (trinitas) menghapuskan Khitan, menghalalkan daging
yang najis, membatalkan hukum Taurat, mengajarkan dosa warisan, penebusan dosa
sekalian manusia dengan penyaliban Yesus, dan Yesus adalah bayangan Allah Swt.
3.
Hadis-Hadis Tentang Terjadinya Perpecahan Umat Islam
Sebelum Rasulullah Saw. Meninggal dunia, beliau pernah bersabda,
bahwa umat Islam akan berpecah-belah. Dan perpecahan itu, akan terjadi sebanyak
73 firqah. Di antara firqah yang sekian banyakitu hanya satu yang
dianggap benar, dan dijamin masuk bebas dari siksaan api neraka. Yaitu golongan
yang dinamakan: “Ahli Sunnah Wal Jama’ah”. Sedang yang 72 firqah lainnya
dimasukkan ke dalam api neraka.
Berikut
beberapa contoh hadis nya:
وَسَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. اَلنَّاجِيَةُ مِنْهَاوَاحِدٌ وَالْبَاقَوْنَ هَلْكَى. قِيْلَ وَمَنِ النَّاجِيَةُ؟ قَالَ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ. قَالَ مَاأَنَاعَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي (ا لحديث)
“Umatku akan terpecah
belah menjadi 73 golongan. Di antara golongan-golongan itu yang selamat hanya
satu golongan saja. Sedangkan lainnya adalah binasa (sesat, pen). Ditanyakan
oleh sahabat: Siapakah golongan yang selamat itu? Nabi Saw. Menjawab: Yaitu golongan
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Ditanyakan lagi: Apakah golongan Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah itu? Nabi Saw. Menjawab: yaitu golongan yang mengikuti jejakku dan
jejak sahabatku.” (Al-Hadis)
إِنَّ
بَنِي إِسْرَائِيْلَ
افْتَرَقَتْ عَلَى
إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ
فِرْقَةً وَإِنَّ
أُمَّتِي سَتَفْتَرِقُ
عَلَى اثْنَتَيْنِ
وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةَ
كُلُّهَا فِي
النَّارِ إِلاَّ
وَاحِدَةً وَهِيَ
الْجَمَا عَةُ.
(رواه ابن
ماجه عن
انس بن
مالك)
“Sesungguhnya
Bani Isra’il telah terpecah-belah menjadi 71 golongan, dan umatku akan
terpecah-belah menjadi 72 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu
golongan saja yang selamat, yaitu golongan al-Jama’ah.” (HR. Ibnu Majah
dari Anas Bin Malik)
Perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam yang diterangkan
dalam hadis-hadis tersebut sebanyak 73 golongan, dalam kitab Al-Farqu Baina
I-Firaq oleh Syaikh Al-Bagdadi diterangkan secara terinci.
Kemudian satu dari 73 golongan tersebut ialah golongan
مَااَنَا
عَلَيْهَ
وَأَصْحَا
بِي yang
selamat dari siksaan api neraka, yang disebut golongan Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
Jadi bilangan 73 itu, bukan menunjukkan arti bilangan sesungguhnya,
tetapi betapa banyaknya perpecahan-perpecahan itu terjadi, sehingga menimbulkan
golongan-golongan yang sulit dihitung satu per satunya. Contoh:
golongan-golongan yang belum disebutkan diatas, antara lain golongan Ahmadiyah,
Baha’iyah, dan sebagainya. Belum lagi dihitung aliran-aliran kepercayaan di
Indonesia yang sebagiannya mengaitkan ajaran-ajarannya dengan agama Islam.
B.
أأMenelusuri
Jejak Pemikiran Kalam Setelah Perpecahan Umat Islam Sesudah Wafatnya Rasulullah
Saw Pada Masa Sekarang.
Sebelum
lebih jauh mempelajari pemikiran kalam yang terjadi setelah perpecahan umat islam
sesudah wafatnya Rasulullah Saw, yang akan dibahas/ dibandingkan dengan
pemikiran umat islam pada masa kini. Kita hendak nya tau dulu apa saja yang
menjadi penyebab perpecahan umat Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW sehingga
menyebabkan munculnya banyak Firqah-Firqah Islam. Ilmu kalam sebagai ilmu yang
berdiri sendiri belum dikenal pad masa Nabi Saw., maupun pada masa
sahabat-sahabatnya. Akan tetapi baru dikenal pada masa berikutnya, setelah
ilmu-ilmu keislaman yang lain satu per satu muncul dan setelah orang banyak
membicaran tentang kepercayaaan alam gaib (metafisika). Kita tidak akan dapat
memahami persolan-persoalan ilmu kalam sebaik-baiknya kalau kita tidak
mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya, kejadian-kejadian
politis dan historis yang menyertai pertumbuhannya. Dalam
hal ini akan dibahas menjadi dua bagian yaitu latar belakang dan faktor-faktor
penyebab timbulnya persoalan-persoalan kalam.
1.
Latar
Belakang Timbulnya Persoalan-Persoalan Kalam
Pada masa Nabi Muhammad SAW, umat islam bersatu,
mereka satu akidah, satu syariah dan satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada
perselisihan pendapat, diatasi dengan wahyu dan pada saat itu tidak ada
peselisihan diantara mereka. Awal mula perselisihan dipicu oleh persoalan
politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut
pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan persoalan
kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang
bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih
tetap Islam.
Dalam sejarah Islam di terangkan bahwa perpecahan
golongan itu tampak memuncak setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan,
sebagaimana dikatakan oleh Hudhari Bik, Hal itu menjadi sebab perpecahan pendapat
kaum muslimin, yaitu satu golongan yang dendam atas Utsman bin Affan dan mereka
yang adalah orang-orang yang membai’at Ali bin Abu Thalib r.a, dan satu
golongan yang dendam atas terbunuhnya Utsman dan mereka adalah golongan yang
mengikuti Muawiyah bin Abu Sofyan r.a.
Setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan
perpecahan memuncak, kemudian terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali
dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali dengan Mu’awiyah,
bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di kalangan umat islam,
masing – masing kelompok juga terpecah belah menjadi banyak diantaranya yaitu
tiga golongan yakni golongan khawarij adalah suatu sekte/kelompok/aliran
pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak
sepakatan terhadap putusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang
Siffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok bughot (pemberontak) Muawiyah bin
Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
Golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya
masing-masing ke hari kiamat kelak. Golongan ketiga adalah syi`ah yaitu
orang-orang yang tetap mencintai Ali dan keluarganya. Sedangakan Khawarij
memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr ibn Al-As, Abu Musa Al-Asy`ari. Yang
menerima abitrase (tahkim) adalah kafir, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur`an
penggalan Surat Al-Maidah ayat 44
“Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir”.Dari ayat inilah mereka mengambil semboyan La hukma
illa lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah)
Harun lebih lanjut melihat bahwa sebagaimana telah
dikatakan diatas bahwa persoalan kalam yang pertama adalah persoalan siapa yang
kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang kafir dan siapa yang
masih tetap dalam Islam. Khawarij sebagaimna telah disebutkan, memandang
bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, adalah kafir
berdasarkan firman Allah pada surat Al-Ma’idah ayat 44.
Persoalan ini telah menimulkan tiga
Aliran teologi dalam Islam, yaitu :
1. Aliran
Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam
arti telah
keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2. Aliran
Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin
dan bukan kafir. Adapun masalah dosa yang dilakukannya, hal itu adalah
terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya
3. Aliran
Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat diatas. Bagi mereka, orang
yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka mengambil
posisi antara mukmin dan kafir, yang dalam bahasa Arabnya terkenal dengan
istilah al-manzilah manzilatain (posisi diantara dua posisi).
Dalam Islam,
timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama Qadariyah dan Jabariyah.
Menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan
perbuatannya. Adapun Jabariyah, berpendapat sebaliknya bahwa
manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
Aliran Mu’tazilah
yang bercorak rasional mendapat tantangan keras dari golongan tradisional
Islam, terutama golongan Hanbali, yaitu dari pengikut-pengikut mazhab Ibn
Hanbal. Mereka yang menantang ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi
tradisional yang dipelopori Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (935 M). Di samping aliran
Asy’ariyah, timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang
aliran Mu’tazilah. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Al-Maturidi (w. 944 M).
Aliran ini kemudian terkenal dengan nama teologi Al-Maturidiyah.
Aliran-aliran
Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi,
kecuali dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai sekarang adalah aliran Asy’ariyah
dan Maturidiyah yang keduanya disebut Ahlussunnah wal-jama’ah.
2. Faktor–Faktor Timbulnya
Persoalan-Persoalan Kalam
Adapun
faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan-persoalan kalam antara lain dapat
dikelompokkan menjadi 2 faktor yaitu : Faktor Internal dan Faktor Eksternal.
1.
Faktor
Internal
a.
Dorongan
dan Pemahaman Al-Qur’an.
Faktor internal ini yang mengundang berbeda pendapat dan senantiasa
mengajak berfikir. Sehingga
tuntutan berfikir itulah yang menyebabkan umat islam pada saat itu menentukan
sesuatu dengan menggunakan fikirannya tanpa mengembalikan hasil pemikirannya
pada Al-Qur’an, sehingga mengakibatkan perpecahan diantara umat islam pada saat
itu.
b.
Persoalan
Politik
Disamping faktor ‘memahami’ Al-Qur’an, sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, faktor politik dapat memunculkan madzhab-madzhab pemikiran
dilingkungan umat islam, khususnya pada awal-awal perkembangannya. Maka,
persoalan imamah (khilafah), menjadi persolan tersendiri dan khas yang
menyebabkan perbedaan pendapat, bahkan perpecahan di lingkungan umat islam.
Persoalan ini muncul mungkin karena umat islam menyadari bahwa khalifah adalah
‘amanah’ Ilahi, yang memiliki tujuan untuk mengembangkan dan menegakkan kultur,
menegakkan perdamaian, serta menjamin manusia menjadi masyarakat yang tertib,
dan lebih lanjutlagi menegakkan islam di muka bumi ini.
c.
Adanya
kepentingan kelompok atau golongan.
Kepentingan kelompok pada umumnya mendominasi sebab timbulnya suatu
aliran, sangat jelas, dimana syiah merupakan kelompok yang mencintai dan memuji
Ali bin Abi Thalib, sedangkan khawarij sebagai kelompok yang sebaliknya. Dan
tujuan-tujuan diatas tadi berubah disebabkan kepentingan dan tujuan-tujuan
pribadi maupun golongan, sehingga menyebabkan terjadinya pertentangan politik,
yang menjurus kepada saling menyalahkan diantara mereka
2.
Faktor
Eksternal
Faktor
ini muncul dari luar umat islam, yaitu :
a.
Akibat
adanya pengaruh keagamaan dari luar islam.
Disamping faktor internal mendorong dan mempengaruhi kemnculan
persoalan-persoalan kalam juga ada
faktor eksternal berupa paham-paham keagamaan non muslim tertentu yang
mempengaruhi dan ikut mewarnai sebagian paham di lingkungan umat islam.
Paham keagamaan non-islam yang dimaksudkan adalah paham keagamaan
yahudi dan nasrani, sebagaimana pendapat H.A.R Gibb yang mengatakan bahwa sejak
islam tersebar luas, terjadi kontak dengan lingkungan lokalnya. Di Syiria
misalnya, pemikiran islam mulai dipengaruhi oleh pemikiran Kristen Hellenistik,
dan di Irak dipengaruhi oleh doktrin-doktrin Gnostik. Demikian pula pandangan
Goldziher orang jerman yang ahli ketimuran dan ahli islam, sebagaimana dikutip
oleh Abu Bakar aceh, yang mengatakan bahwa banyak ucapan dan cara berfikir
kenasranian dimasukkan ke dalam hadits-hadits yang dikataakan berasal dari
Muhammad.
b.
Filsafat
Yunani
Buku
– buku karya filosofi yunani di samping banyak membawa manfaat juga ada sisi
negatifnya bila di tangan kalangan yang tidak punya pondasi yang kuat tentang
akidah dan syariat islam. Sehingga terdapat keinginan oleh umat islam untuk
membantah alasan – alasan mereka memusuhi islam.
3.
Jejak-Jejak Pemikiran Kalam Yang Masih Ada Pada Masyarakat
Sekarang.
Setelah
kita mengatahui apa saja latar belakang dan penyebab perpecahan umat Islam
sehingga membentuk beberapa Firqah, baru kita dapat menelusuri jejak-jejak
pemikiran kalam pada masa sekarang yang masih tertinggal atau masih ada pada
diri umat Islam zaman sekarang. Beberapa pemikiran kalam yang masih tertinggal
dan masih ada di dalam diri masyarakat sekarang yaitu:
1.
Sebagai
contoh pada zaman yang telah lalu salah satu yang menjadi faktor perpecahan
umat Islam yaitu faktor Politik dan kepentingan golongan terentu, kita kaitkan
dengan zaman sekarang adalah masalah yang baru-baru ini baru saja kita lalui
yaitu pada saat pilkada ibokota Jakarta, dimana salah satu cagubnya adalah
orang nonmuslim, sehingga beberapa oarang politik yang melihat kondisi ini
menjadi Al-Qur’an sebagai suatu usaha untuk memprovokasi umat islam untuk tidak
memillih nonmuslim. Berdasarkan hal ini memang benar dijelaskan dalam Al-Qur’an
pada Q.S. Al-Maidah ayat 51
* $pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#rä‹Ï‚Gs? yŠqåkuŽø9$# #“t»|Á¨Z9$#ur uä!$u‹Ï9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGtƒ öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw “ωôgtƒ tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Dengan berdasar dalil tersebut orang yang berkepentingan dalam
politik yaitu pihak lawannya memprovokasikan agar seluruh umat Islam khususnya
yang berada di wilayah Jakarta untuk tidak memilih nonmuslim. Meskipun
provokasi tersebut tidak secara terbuka dan terang-terangan melainkan di
melalui tangan pendukung-pendukungnya dan melaui berbagai media sosial.
2.
Misal
beberapa masyarakat kita yang masih awam tapi ingin belajar agama lebih dalam
sehingga mereka mempelajarinya hanya dari Al-Qur’an dan hadis. Dan apapun
menurutnya hal yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis adalah Bid’ah
dan menyeleweng dari agama. Orang-orang
yang seperti ini biasanya sangat fanatik dengan kepercayaannya itu tapi karena pengetahuan
ilmunya masih kurang sehingga dia menjatuhkan segala halnya yang tidak
dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis adalah bid’ah. Contoh nyatanya adalah
orang yang tidak mau ikut yasinan dan tahlillan karena menurutnya itu Bid’ah.
3.
H.M.
Rasjidi mengkritik salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yaitu deskripsi
aliran-aliran kalam sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang,
khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi
berbendapat bahwa menonjolkan perbedaan pendapat antara Asy’ariah dan
Mu’tazilah sebagaimana dilakukan Harun Nasution, akan melemahkan iman para
mahasiswa. Tidak ada agamayang mengagungkan akal seperti islam, tetapi dwngan
menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu hanya
membuat nilai yang dihasilkan pemikiran manusia bersifat absolut universal,
berarti menggangap sepi ayat-ayat Al- Qur’an, seperti “wallahu ya’lamu wa
antum la ta’lamun” (dan Allah lah yang maha mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui) (Q.S. Al-Baqarah [2]
:232). Rasjidi kemudian menegaskan bahwwa sekarang dibarat sudah dirasakan
bahwa akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya adalah kemunculan
eksistensialisme sebagai reksi terhadap aliran nasionalisme
Rasjidi mengakaui bahwa soal soal
yang pernah diperbincangkan pada zaman 12 abad yang lalu ada yang masih relevan untuk masa sekarang tetapi ada
pula yang sudah tidak relevan. Pada waktu sekarang, demikian rasjidi
menguraikan, yang masih dirasakan oleh umat islam pada umumnya adalah
keberadaan syi’ah.
4.
Dunia
Islam pada masa sekarang adalah produk kesejahteraan yang telah bersentuhan
dengan Barat, baik melalui proses konflik (disasosiatif) maupun
koperatif (asosiatif) semenjak Islam tersebar ke luar dataran Arab
hingga saat ini. Bentuk interaksional seperti itu banyak mempengaruhi
perkembangan, tantangan, dan akibat-akibat yang diterima dalam intern kehidupan
kaum muslimin di segenap penjuru dunia.
Namun tak lama setelah wafatnya Nabi
SAW tepatnya saat pemerintahan Ali, mulailah terjadi perecahan umat Islam sehingga
terbentuk Firqah-Fiqah Kalam. Warisan sejarah pemikiran ini masih mewarnai
percaturan pemikiran kaum muslimin pada periode berikut hingga dewasa ini
konstruksi “ideologi keagamaan” sebagai sebuah sintesis dari unsur-unsur
esoteris dan eksoterisme dalam Islam.
Percampuran pemikiran kalam dengan
ideologi barat dan yunani ini akhirnya menciptakan pemikiran baru. Yang
mengagung-agungkan akal dan kebebasan. Atau pemikiran ini lebih dikenal dengan
kapital-liberalisme. Contohnya saja banyak masyarakat saat ini yang tidak lagi
menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber hukum tetapi mereka lebih mengedepankan
akal.
5.
Ismail
Al-Faruqi seorang tokoh pemikiran Kalam masa kini, ia mengemukakan bahwa. Inti
pengalaman agama, menurut Al-Faruqi adalah Tuhan. Kalimat syahadat menempati posisi sentral dalam setiap
kedudukam, tindakan, dan pemikiran setiap muslim. Kehadiran Tuhan mengisi
kesadaran muslim dalam waktu kapan pun. Bagi kaum muslim, Tuhan merupakan
obsesi yang agung. Esensi pengalaman agama dalam Islam tidak lain dari
realisasi prinsip bahwa hidup dan kehidupan ini tidak sia-sia. Tauhid merupakan
pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, sejarah
manusia dan takdir. Esensi peradaban Islam adalah Islam, dan esensi Islam
adalah tauhid atau pengesaan Tuhan. Tidak ada satu perintah pun dalam Islam
yang dapat dilepaskan dari tauhid. Tanpa tauhid, Islam tidak akan ada. Tanpa
tauhid, bukan hanya sunnah Nabi yang patut diragukan, bahkan pranata kenabian
pun menjadi sirna.
6.
Menurut
Harun Nasution, dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak
digunakan, bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, melainkan
juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam. Penggunaan akal dalam
Islam diperintahkan Al-Qur’an. Bukan tidak ada dasar jika ada penulis-penulis,
baik di kalangan Islam maupun di kalangan non-Islam, yang berpendapat
bahwa Islam adalah agama rasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ketika
wafatnya Rasulullah SAW dengan sengaja beliau tidak menujuk siapa yang akan
menjadi Khalifah selanjutnya, namun mempersiapkan kader untuk menjadi pemimpin.
Walaupun status Rasulullah SAW tidak dapat diturunkan, namun pemimpin dapat
diturunkan. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar terbilang stabil, munculnya
perpecahan dalam sejarah islam bermula setelah Khalifah Utsman bin Affan
dibunuh oleh sekelompok pemberontak yang menganggap Utsman tidak adil dalam
mengambil kebijakan selama menjadi Khalifah. Ketika Ali bin Abi Tholib dilantik
sebagai Khalifah untuk menggantikan Utsman, para pemberontak itu hadir dan
mengadakan pendekatan kepada Ali dengan maksud mendukungnya yang dipelopori
oleh Al-Gafiqi dari pemberontak Mesir sebagai pemberontak terbesar namun Ali
menolaknya. Terlebih mereka memusuhi Khalifah Ali bin Abi Tholib dikemudian
hari. Perkara ini menjadi penyebab utama perpecahan umat Islam.
Sehingga di kemudian hari umat Islam
semakin terpecah dan terbentuk banyak firqah-firqah kalam. Perpecahan itu
terjadi karna perbedaan pemikiran antar umat Islam. Secara garis besar
firqah-firqah itu terbentuk karna 2 faktor yaitu: Faktor Internal dan Faktor
Eksternal. Faktor internal mencakup beberapa hal yaitu: Dorongan dan Pemahaman
Al-Qur’an, Persoalan Politik, Adanya kepentingan kelompok atau golongan.
Sedangakan Faktor Eksternal (Faktor ini muncul dari luar umat islam) mencakup
beberapa hal yaitu: Akibat adanya pengaruh keagamaan dari luar islam, dan
Filsafat Yunani.
Salah satu jejak pemikiran kalam zaman sekarang adalah adanya
tokoh-tokoh, atau orang biasa yang berpikiran sama sepeti pemikiran kalam yang
berkembang setelah kematian Khalifah Ali bin Abi Tholib.