RESUME KELOMPOK 9
PROBLEM
DAN JIWA KEAGAMAAN
A. Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah Laku
Mengawali
pembahasaan mengenai sikap keagamaan,maka terlebih dahulu akan dikemukakan
pengertian mengenai sikap itu sendiri. Dalam pengertian umum, sikap dipandang
sebagai seperagkat reaksi- reaksi aktif terhadap objek tertentu berdasrkan
hasil penalaran, pemahaman dan penhayatan individ ( MARE, 1982 : 21 )
Sikap keagamaan
merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seserang yang mendorong u tuk
bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama.
Beranjak dari
kenyataan yang ada maka sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor yaitu faktor
intern dan faktor eksteren. Memang dalam kajian pskologi agama beberapa
pendapat menyetujui akan adanya potensi beragama pada diri manusia. Manusia
adalah homo religius( makluk beragama ). Namun potensi tersebut memerlukan
bimbingan dan pengembangan dari lingkungannya. Lingkungannya pula yang
mengenalkan seseorang akan nilai- nilai dan norma- norma agama yang harus
dituruti dan dilakoni.
Dikemukakan oleh
Rita L. Akinso , bahwa DNA merupakan
melekul, berbentuk tanggapan pilihan , setiap
DNA tersusun dari deoxybibose, posft,dan empat macam bosa, yakni adenin,
guanim,dan cytosin ( rita L Atkinson :
54) sifat yang diturunkan dari generasi ke generasi lain disimpan dalam keempat
basa yang terdapat dalam DNA tersebut ( Ensklopedia Indonesia : 1105 ) dengan demikian, menurut
Riita L, Atkinson selanjutnya tiap pembawa sifat merupakan bagian dari DNA yang berisi informasi genetik ( Rita L
Atkinso: 53).
Adapun faktor
kedua, yang mempengaruhi tebentuknnya sikap dan prilakunya yakni makanan dan
minuman. Segala asupan nutrisi yang bersumber dari makanan dan minuman yang
dikonsumsi seseorang. Unsur materi yang
ikut mempenagruhi pertumbuhan fisik manusia ini ternyata memberi dampak
tersendiri bagi terbentuknnya pola sikap dan prilaku mengapa demikian ?
B.
Sikap Keagamaan Yang Menyimpang
Dalam pandangan
psikologi agama, ajaran agama memuat norma-norma yang dijadikan pedoman oleh
pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah
laku. Norma-norma tersebut mengacu kepada pencapaian nilai-nilai luhur yang
mengacu kepada pembentukan kepribadian dan keserasian hubungan sosial dalam
upaya memenuhi ketaatan kepada Dzat yang Supernatural. Dengan demikian, sikap keagamaan
merupakan kecenderungan untuk memenuhi tuntutan dimaksud.
Sikap keagamaan yang menimpang terjadi bila sikap
seseorang, terhadap agama yang dianutnya mengalami perubahan. Perubahan sikap
seperti itu dapat terjadi pada orang per orang (dalam diri individu) dan juga
pada kelompok atau masyarakat sedangkan perubahan sikap seperti itu memiliki
tingkat kualitas dan intensitas yang mungkin berbeda dan bergerak secara
kontinyu dari positif melalui areal netral ke arah negatif (Mar’at, 1982:17)
dengan demikian, sikap keagamaan yang menyimpang sehubungan dengan perubahan
sikap tidak selalu berkonotasi buruk.
Sikap keagamaan yang menyimpang dari tradisi
keagamaan yang cenderung keliru mungkin akan menimbulkan suatu pemikiran dan
gerakan pembaruan, seperti halnya Martin Luther. Demikian pula, Sidharta
Gautama yang meninggalkan agama hindu kemudian menjadi pelopor lahirnya agama
Budha. Keduanya merupakan contoh dari sekian banyak kasus sikap keagamaan yang
menyimpang, namun yang positif.
Pakar sosiologi agama ini melihat, bahwa ada
hubungan antara tingkat keberagamaan masyarakat dengan perkembangan budaya. Di
masyarakat terbelakang nilai-nilai sakral keagamaan masih menyatu dalam
aktivitas kemasyarakatan. Selanjutnya, ikatan tersebut mulai merenggang dalam
kehidupan masyarakat modern. Di masyarakat modern yang disebutkan sebagai
masyarakat sekuler, agama dinilai sebagai persoalan akhirat, sedangkan
pemerintahan berhubungan dengan kehidupan duniawi (Elizabeth K Nottingham,
1975:51-59)
C.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan Yang
Menyimpang
Terjadinya sikap keagamaan yang menyimpang berkaitan
erat dengan perubahan sikap. Bebrapa teori psikologis mengungkapkan mengenai
perubahan sikap tersebut, antara lain: teori fungsi (Mar’at, 1982: 26-47).
Masing-masing teori didasarkan atas pendekatan aliran psikologis tersebut.
Teori stimulus dan respon yang memandang manusia
sebagai organisme menyamakan perubahan sikap dengan proses belajar. Menurut
teori ini ada tiga variabel yang mempengaruhi terjadinya perubahan sikap, yaitu
perhatian pengertian dan penerimaan (Mar’at, 1982:27). Mengacu pada teori ini,
jika seseorang atau kelompok memiliki perhatian terhadap sesuatu objek dan
memahami objek dimaksud serta menerimanya, maka akan terjadi perubahan sikap.
Objek iti sendiri menurut teori ini harus difungsikan sebgai stimulus agar
dapat merespons perhatian, pengertian serta penerimaan oleh seseorang atau
kelompok. Jadi, perubahan sikap sepenuhnya bergantung pada kemampuan lingkungan
untuk menciptakan stimuls yang dapat menimbulkan rekasi dalam bentuk respon.
Hal ini menunjukkan untuk mengubah sikap diperlukan kemmpuan untuk merekayasa
objek sedemikian rupa hingga menarik perhatian, memberikan pengertian hingga
dapat diterima.
Selanjutnya, teori kedua yaitu teori pertimbangan
sosial melihat perubahan sikap dari pendekatan psikologi sosial. Menurut teori
ini perubahan sikap ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi perubahan sikap adalah:
1. Persepsi sosial
2. Posisi sosial dan proses belajar sosial
Sedangkan
faktor eksternal terdiri atas:
1. Faktor penguatan (reinforcement)
2. Komunikasi persuasif
3. Harapan yang diinginkan.
Teori yang ketiga yaitu teori konsistensi. Menurut
teori ini perubahan sikap lenih ditentukan oleh faktor intern, yang tujuannya
untuk menyeimbangkan antara sikap dan perbuatan. Oleh karena itu teori
konsistensi ini oleh fritz Heider disebut Balance theory (mar’at, 1998:37).
Dalam kehidupan keagamaan barangkali perubahan sikap
ini berhubungan dengan konveksi agama. Seserang yang merasa bahwa apa yang
dialkukan sebelumnya adalah keliru, berupaya untuk mempertimbangkan sikap.
Pertimbangn tersebut melalui proses dari munculnya persoalan hingga tercapainya
suatu keseimbangan. Keempat fase dalam proses terjadinya perubahan sikap itu
adalah:
1. Munculnya persoalan yang dihadapi
2. Munculnya bebrapa pengertian yang harus
dipilih
3. Mengambil keputusan berdasarkan
salah-satu pengertian yang dipilih.
4. Terjadi keseimbangan.
Perubahan sikap seperti ini, menurut Haider
dilatarbelakangi oleh perasaan senang dan tidak sennag, sedangkan Osgood dan
Tannenbaum menekankan pada penyamanan persepsi, Festinger lebih menekankan pada
peran kognitif seperti halnya Brohm. Mengacu kepada teori ini perubahan sikap
yang menyangkut kehidupan beragama dapat terjadi oleh karena adanya pengaruh
dalam diri seseorang. Pemgaruh tersebut menimbulkan persoalan hingga terjadi
keseimbangan seperti semula, maka dilakukan pemilihan dari berbagai alternatif
yang memungkinkan. Pemilihan alternatif dapat didasarkan atas pertimbangan
aspek efektif maupun kognitif. Pilihan yang terbaik biasanya adalah yang paling
cocok dan dapat memberi kesetabilan pada siri seseorang. Kondisi tersebut dapat
menimbulkan keharmonisan dan keseimbangan.
Menurut teori fungsi, perubahan sikap sesorang dipengaruhi
oleh kebutuhan seseorang. Sikap memilki suatu fungsi untuk menghadapi dunia
luar agar individu senantiasa menyesuaikan dengan lingkungan menurut
kebutuhannya (Mar’at, 1982: 49). Katz berpendapat bahwa sikap memiliki empat
fungsi, yaitu:
1. Fungsi instrumental
2. Fungsi pertahanan diri
3. Fungsi penerimaan dan pemberi arti
4. Fungsi nilai ekspresif
Berdasarkan fungsi instrumental, manusia dapat
membentuk sikap positif maupun negatif terhadap objek yang dihadapinya. Adapun
fungsi pertahanan diri berperan untuk melindungi diri dari ancaman luar.
Kemudian fungsi penerimaan dan pemberi arti berperan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Selanjutnya, fungsi nilai ekspresif terlihat dalam
pernyataan sikap sehingga tergambar bagaimana sikap seseorang atau kelompok
terhapad sesuatu (Mar’at, 1982: 48).
Teori fungsi ini mengungkapkan bahwa terjadinya
perubahan sikap tidak berlangsung secara serta merta, melainkan melalui suatu
proses penyeimbangan diri dengan lingkungan. Keseimbangan tersebut merupakan
penyesuaian diri dengan kebutuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar